(Refleksi Estetis-Humanis Atas
Kemenangan)
Pengantar
Jauh
di ujung kampung. Ada bunyi gong dan gendang yang ditabuh. Seakan memanggil
masyarakat untuk berkumpul; menyaksikan torehan sejarah kemanusiaan, bahwa ada
kemenangan yang diraih. Mereka berbaris dengan parang dan perisai di tangan.
Ada juga yang “memanggul” tombak pada bahunya. Sesekali terdengar suara
teriakan mengiringi hentakan kaki yang membahana. Bunyi giring-giring menambah
harmonisasi. Dan bumi pun seakan bergetar. Mereka sedang menghayati bahwa
kemenangan harus dirayakan. Peristiwa ini terjadi di gerbang paling depan
kampung halaman. Tempat di mana harga diri seseorang harus
dipertanggungjawabkan; menang atau kalah. Inilah esensi dari tarian Hedung;
tarian kemenangan setelah perang.
Tarian
adalah sebuah karya seni (estetika). Sesuatu yang seni (pasti) akan terlihat
indah. Dan yang indah selalu dicari dan dipertahankan. Karya tulisan ini hendak
mengais keindahan di balik terminologi yang kedengaran sangar dan menakutkan;
perang.
Pada
hakikatnya, tarian Hedung adalah tarian kemenangan atas perang. Memang
terdengar ironis karena ada terminologi perang
yang beroposisi dengan humanisme. Ada pengkhianatan besar-besaran terhadap
kehendak Tuhan yang ditandai dengan pembunuhan fisik. Pada sisi yang lain, ada juga nilai heroik,
keperkasaan, ksatria dan “keangkuhan” yang dieksplorasi dari tarian ini.
Dalam
tulisan ini saya sedikit “membelokkan” makna dari ragam gerakannya dengan
interpretasi yang koheren; untuk sebuah nilai kehidupan yang lebih humanis.
Namun, intisari dari tarian ini tetap ada yaitu; kemenangan.
Estetika Dalam Formasi Tarian
Hedung
1. Berbaris
Keteraturan
dalam membentuk suatu barisan, akan melahirkan nilai seni tersendiri.
Pemandangan akan terlihat elok jika semua personil berada pada posisi yang
benar; tidak keluar dari barisan. Formasi ini biasa dipakai dalam penjemputan
tamu atau yubilaris acara tertentu dan biasanya dipimpin seorang pemimpin yang
bertindak sebagai kepala pasukan.
2. Berhadapan
Formasi
lain yang sering dipakai dalam tarian Hedung adalah berhadapan. Semua personil
saling berhadapan, satu melawan satu, seakan-akan sedang bertarung. Nilai
keindahan tetap didapat dari gerakan-gerakan variatif yang dikomando oleh
pemimpin. Formasi ini biasa dipakai dalam acara pementasan panggung atau
pertunjukan budaya.
3. Tanpa
Lawan
Ada
juga formasi yang sering kita lihat dalam pertunjukan tarian Hedung adalah
gerakan tanpa lawan. Semua personil berbaris dan menghadap ke penonton dengan
menunjukkan gerakan-gerakan yang bervariasi. Formasi ini juga biasa
dipertontonkan pada acara tertentu, baik di atas panggung maupun di area terbuka.
4. Tunggal
Bentuk
tarian Hedung ini hanya terdiri dari satu orang. Ia menyajikan segala macam
gerakan yang dimiliki, dengan tetap memperhatikan unsur seni dan dinamika.
Interpretasi Body Language Tarian Hedung
a. Kedek’a
Secara
harafiah, gerak tubuh ini diartikan dengan menghentakkan kaki secara keras di
tanah. Gerakan ini menjadi entry point
atau pembangun semangat awal. Di sinilah spirit tarian Hedung mulai dibangun.
Nilai yang mau diambil dari gerakan ini adalah mengajak manusia dan lingkungan
sekitar untuk bersatu padu, bahu-membahu membangun kehidupan bersama yang
dinamis.
b. Nadon
Bentuk
gerakan dengan mengangguk-anggukan kepala sambil melihat sekeliling. Sebuah
jawaban “Ya” atas anugerah alam beserta isinya sekaligus ajakan terhadap sesama
untuk merapatkan barisan menuju dunia yang nyaman untuk dihuni.
c. Tuen
Gerakan
memutar tubuh, berlawanan dengan posisi sebelumnya. Tuen adalah sebuah
transformasi diri. Berani berubah, berani berbeda dari kondisi sebelumnya.
Irama kehidupan yang searah dan monoton terkadang membosankan. Dan karena itu,
manusia butuh opsi lain untuk menambah wawasan dan khasanah hidup.
d. Geleko
Geleko
merupakan gerakan menyelinap di antara para penari yang lain. Butuh kelihaian
dan kepandaian dalam mengambil suatu keputusan. Waktu yang tepat, strategi yang
jitu serta keberanian yang penuh, merupakan faktor utama dalam pengambilan
keputusan.
e. Niku
Suatu
gerakan menoleh ke belakang. Sehebat apapun manusia, pasti ada orang-orang
hebat di belakangnya yang senantiasa mendukung dan memberi motivasi. Peran
orang-orang tersebut memang di belakang layar, namun memiliki daya
dorong yang kuat. Dan orang-orang ini patut “dilihat” dan dihargai.
f. Po’ok/Belo
Gerakan
memotong dengan parang pada sasaran tertentu. Segala hal yang menjadi
penghalang kehidupan ini harus disingkirkan. Yang berlekak-lekuk harus
diratakan. Semua energi positif harus dipadu untuk memuluskan perjalanan hidup
yang masih terbentang luas di hadapan manusia.
g. Dukuk/Lugu
Gerakan
menunduk ke tanah. Di sini, manusia menunjukkan sisi lemahnya, bahwa ia tidak
berdaya tanpa kehadiran orang di sekitarnya. Dan yang paling esensial adalah
manusia tak berarti di hadapan Tuhannya yang agung dan dashyat.
h. Tonga
Tonga
adalah gerakan menengadah ke atas. Dengan kepala tegak, manusia harus mengakui
kelebihan orang lain, sambil tetap memohon kepada Tuhannya untuk dianugerahi
pertahanan diri yang kokoh.
i.
Hedo
Suatu
gerakan seperti menghindar dari serangan lawan. Segala hal yang mengancam jiwa
dan raga manusia harus dihindari. Jika hidup manusia berada pada jalur yang
benar, maka peluang untuk diancam atau diserang menjadi kecil, bahkan tidak ada.
Begitu pula sebaliknya. Di sini, tindakan antisipatif memang perlu untuk
menunjang rasa aman.
Penutup
Oleh
karena kemenangan itu harus dirayakan, maka manusia pun boleh berjuang
menggapai kemenangan dengan interpretasi humanis yang kami kupas dalam tulisan
ini. Menjadi pemenang dalam arena kehidupan ini adalah orientasi hidup manusia.
Namun, yang lebih fenomenal dan fundamental adalah Menang Atas Diri Sendiri.
Elvis Ama Ola
Facebook Comment